Kebolehan Wanita Keluar Rumah

Perlu diingat bahwa pada dasarnya wanita tidak diperbolehkan keluar dari rumah, hal ini karena adanya dalil syar’i yang memerintahkan mereka untuk tinggal di dalam rumah. Itu semua adalah merupakan unsur penjagaan terhadap dirinya dari bahaya yang akan ditimbulkan. Allah ta’ala berfirman:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا. سورة الأحزاب 33

Artinya: Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu * dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

* Maksudnya: isteri-isteri Rasul agar tetap di rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara’. perintah ini juga meliputi segenap mukminat.

Ibnu Katsir –Rahimahullah- menjelaskan maksud ayat diatas, yaitu: “Allah memerintahkan agar kaum wanita menetapkan dirinya untuk tetap tinggal di dalam rumahnya, tidak boleh keluar kecuali ada keperluan syar’i. Diantara keperluan syar’i adalah shalat di masjid dengan berbagai syaratnya.”

Keperluan syar’i yang lain adalah manakala suami dalam keadaan udzur, seperti kecelakaan yang menyebabkan cacat, sakit yang menahun dan lain-lain yang berakibat suami tidak mampu lagi bekerja, maka istrilah yang akan menjadi tulang punggung dalam rumah tangganya, Istri yang harus mencarikan makan untuk anak-anaknya, membiayai anak-anaknya ketika mereka harus mendalami ilmu agama sebagai bekal mulia dan tabungan bagi orang tuanya dihadapan Allah kelak, istri yang harus memondokkan dan menyekolahkan anak-anaknya agar dikemudian hari mereka mampu mendapatkan bekal yang cukup untuk menetapi agamanya. Maka pemberdayaan wanita dalam ekonomi rumah tangga dalam posisi ini adalah hal yang dikehendaki kemuliaan didalamnya.

Dengan demikian, berdasarkan beberapa rujukan dalil yang ada, ada beberapa adab yang harus ditetapi bagi wanita yang hendak bekerja di luar rumah:

1. Wanita tersebut tidak sendiri, melainkan ditemani oleh mahramnya.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَوْمٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ. رواه مسلم

Artinya: Nabi Muhammad SAW bersabda, tidaklah halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir, melakukan perjalanan (menempuh waktu) satu hari kecuali disertai mahramnya. HR Muslim

Dengan demikian, maka disetiap aktivitas kerja wanita tersebut diluar rumah, disyariatkan selalu ditemani oleh mahramnya. Sehingga ia akan terjaga dari ber-khalwat dengan laki-laki ajnabiyyah dan juga terjaga dari ikhtilath dengan mereka, yang hal ini akan banyak menutup pintu fitnah dari mereka.

2. Menghindari bercampur-baur (ber-ikhtilath) dengan laki-laki ajnabiy

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنّ [النور/31]

Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka…QSAl-Nur 31.

Dalam kisah dua putri Nabi Syuaib yang dijumpai oleh nabi Musa dalam pengembaraannya, mereka berdua dijumpai ketika sedang menjaga diri mereka dari bercampur baur dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Kedua putri Nabi Syuaib itu rela berlama-lama menunggu dan rela mendapat giliran terakhir memberi minum ternaknya dari pada berdesak-desakan dengan laki-laki ajnabiy.

وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ. سورة القصص 23

Artinya: Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak akan meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak Kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”.

Hal lain yang didapat oleh kedua putri Nabi Syuaib itu adalah bahwa mereka juga terhindar dari kemungkinan dilihat dan saling memandang. Dengan demikian mereka bisa menetapi ghadhdhul bashar (memejamkan mata).

3. Adanya alasan kuat yang menyebabkan seorang wanita boleh bekerja diluar rumah

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:

…قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ. سورة القصص 23

Artinya: …Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak akan meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak Kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”.

Kisah dalam ayat ini menunjukkan bahwa kedua putri Nabi Syuaib ini bekerja menjaga ternaknya karena ayahnya telah renta.

4. Tidak keluar rumah dalam keadaan berhias untuk memamerkan kecantikannya, tidak bersolek dan menampakkan perhiasan yang dapat mengundang fitnah.

5. Tidak memakai parfum yang hal itu akan membangkitkan birahi selain suami.

6. Tidak meninggikan suaranya.

7. Bekerja keluar rumah dengan seidzin dan sepengetahuan orang tua, wali, atau suaminya.

8. Berkarir dalam pekerjaan yang masih dibenarkan oleh Islam dan sesuai dengan kodrat wanita.

9. Tidak meluakkan, memerdukan atau mendesahkan suara.

10. Menjaga pandangan

11. Aman dari fitnah

12. Memakai hijab menurut ketentuan syar’i.

Maka, Islam datang untuk menjaga dan memelihara kemuliaan wanita, serta menempatkannya pada tempat yang sesuai untuknya. Islam menjauhkan wanita dari perkara yang dapat mengurangi kemuliaannya. Diantara bentuk penjagaan itu Islam memerintahkan mereka untuk menjaga kesopanan dalam pakaian dan dalam semua tingkah lakunya. Islam juga memerintahkan agar tidak keluar rumah jika tidak ada keperluan yang mendesak. Jika terpaksa keluar rumah, Islam memerintahkan banyak adab yang harus dilaksanakan. Semua itu agar diri wanita lebih terjaga dan lebih suci, terlebih lagi agar Allah ta’ala mendatangkan ridlanya kepada mereka. Rasulillah SAW bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَوْمٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ. رواه مسلم

Artinya: Nabi Muhammad SAW bersabda, tidaklah halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir, melakukan perjalanan (menempuh waktu) satu hari kecuali disertai mahramnya.HR Muslim

Namun, apabila kita perhatikan realita hari ini, sungguh sesuatu yang amat menyedihkan tentang apa yang dilakukan oleh tidak sedikit wanita muslimah. Mereka lebih memilih karir diatas keluarganya. Dengan bebasnya mereka pertontonkan perhiasan dan keindahan tubuhnya dihadapan laki-laki yang bukan mahramnya, karena kemauannya sendiri atau karena alasan “atas perintah dan ‘aturan’ lingkungan pekerjaan.” Yang itu semua tidak dibenarkan oleh agama, karena menjadi fitnah yang besar yang dapat menghancurkan sendi-sendi agama Islam.

Setelah mengkaji kandungan Al-Qur’an dan Sunnah, serta melihat kenyataan yang ada disekitar kita, tak terbantahkan lagi, bahwa wanita adalah penyebab terbanyak kerusakan akhlaq moral manusia. Hal ini dapat kita ketahui dari berbagai pengalaman umat manusia dimasa lalu hingga masa Rasulullah SAW, sebagaimana sabda beliau:

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ عَنِ النَّبِىِّ قَالَ… فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِى إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِى النِّسَاءِ. رواه مسلم

Artinya: Hati-hatilah kalian pada dunia dan hati-hatilah kalian terhadap wanita, karena fitnahnya Bani Israil itu ada pada wanita.

Maka adalah kuwajiban bagi kita memperbaiki keadaan ini, menutup semua pintu fitnah dengan cara menetapi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasulullah SAW bagi wanita muslimah yang “harus” berprovesi dalam kehidupan rumah tangganya.

D.Contoh-contoh profesi wanita yang diperbolehkan menurut Syar’i:

A. Pekerjaan yang berhubungan dengan anak-anak, contoh sebagai pengajar disekolah, guru TK, les privat untuk anak-anak.

B. Bekerja di salon kecantikan yang khusus untuk perempuan.

C. Pekerjaan yang berhubungan dengan kemandirian di rumah, seperti Sebagai wirausahawati kerajinan, cathering, dll.

D. Sebagai petani.

E. Sebagai tenaga logistik dan medik

F. Sebagai dokter anak

G. Sebagai perawat, dll.

Provesi diatas adalah contoh-contoh provesi para wanita yang setidak-tidaknya lebih terjaga dari ikhtilath maupun tabarruj.

Sebenarnya Islam tidak mensyariatkan untuk mengurung wanita di dalam rumah. Tetapi larangan wanita keluar dari rumahnya adalah karena adanya mudharat yang ditimbulkan dari keluarnya mereka dari rumah masing-masing, yang hal ini didukung adanya dalil-dalil yang memerintahkan mereka untuk berdiam di rumah.

Pada asalnya, wanita dilarang untuk berkarier keluar rumah. Selain hal itu akan berakibat kemudlaratan yang akan timbul juga karena yang bertanggung jawab untuk memberi nafkah keluarga adalah laki-laki. Dalam keadaan terpaksa, seorang wanita diperbolehkan keluar rumah dan tidak dibenarkan kecuali jika memenuhi syarat-syarat yang diberikan oleh syariat Islam.

Masih terkait dengan kondisi darurat, para ulama’ (fuqaha’) menggunakan kaidah fiqh “Adh-Dharurah Tubihul Mahzhurat”. Artinya, keterpaksaan (keadaan yang tidak bisa dihindarkan) itu membolehkan hal yang dilarang. Dengan adanya keterpaksaan maka diperbolehkan kaum wanita berkarier di luar rumah. Namun, hal ini tidak menggugurkan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Adapun batasan mana-mana keadaan yang telah mencapai kondisi dharurat ini terdapat ketentuan tersendiri.

Perlu diketahui, bahwa seorang wanita Muslimah tidak harus menjadi wanita karier. Akan tetapi, ia harus mengetahui kapan ia diperbolehkan menjadi wanita karier sehingga masih dalam batasan sebagai muslimah yang shalihah. Wallaahu al-musta’an.